BAB I
DASAR TEORI
1.1 PENGERTIAN DISLOKASI SENDI
Dislokasi sendi adalah suatu keadaan dimana
permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis. Dislokasi sendi di maksud juga dengan keluarnya kepala sendi dari
mangkuknya atau tulang lepas dari sendi.
Dislokasi sendi jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
nekrosis avaskuler, yaitu kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya
pasokan darah, dan juga mengakibatkan paralysis syaraf.
Dislokasi sendi dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Dislokasi Congonital : Dislokasi sendi
yang terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi Patologik : Dislokasi sendi
akibat penyakit sendi atau jaringan sekitar sendi.
3. Dislokasi Traumatic : Dislokasi sendi
akibat kedaruratan ortopedi ( seperti pasokan darah, susunan syaraf rusak, dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia ) yang disebabkan oleh
cedera dimana sendi mengalami kerusakan akibat kekerasan.
1.2 ETIOLOGI
Dislokasi sendi terjadi karena trauma akibat kecelakaan, seperti
kecelakaan mobil, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan terjatuh dari tempat yang
tinggi, dan lain-lain. Dislokasi sendi dapat disebabkan juga oleh trauma akibat
pembedahan ortopedi. Dislokasi sendi juga dapat disebabkan oleh factor predisposisi,
terjadi infeksi di sekitar sendi dan juga akibat kelainan pertumbuhan sejak
lahir.
1.3 MANIFESTASI KLINIS
Pada
penderita Dislokasi sendi, akan menunjukkan tanda dan gejala seperti :
§ Nyeri
§ Perubahan kontur sendi
§ Perubahan panjang ekstremitas
§ Kehilangan mobilitas normal
§ Kekakuan
§ Deformitas
§ Perubahan sumbu tulang yang mengalami
Dislokasi
Diagnosis
Dislokasi :
1. Anamnesis
§ Ada trauma
§ Mekanisme trauma yang sesuai
§ Ada rasa sendi keluar
§ Bila trauma minimal
2. Pemeriksaan Klinis
§ Deformitas
Ø Hilangnya tonjolan tulang yang normal
Ø Pemendekan atau pemanjangan
Ø Kedudukan yang khas untuk Dislokasi
tertentu
§ Nyeri
§ Functio Laesa
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk
melakukan diagnose terhadap penyakit Dislokasi dapat dilakukan beberapa cara
pemeriksaan, seperti :
1. Pemeriksaan Foto Rontgen yang digunakan
untuk menentukan lokasi Dislokasi.
2. Pemeriksaan Radiologi Foto X-Ray yang
digunakan untuk menentukan arah Dislokasi dan apakah disertai fraktur.
3. Pemeriksaan CT Scan, MRI, Scan tulang,
dan Tomogram yang digunakan untuk memperlihatkan Dislokasi, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
1.5 PENATALAKSANAAN
Sendi yang terkena harus di imobilisasi saat pasien dipindahkan. Pada
saat Dislokasi sendi ini harus segera dilakukan reposisi atau dislokasi reduksi
yaitu dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anestesi, misalnya
bagian yang bergeser dikembalikan ke tempat semula yang normal. Dislokasi sendi
kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi. Kaput tulang yang
mengalami Dislokasi harus dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi. Sendi
kemudian di imobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi dan dijaga
tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai satu minggu setelah reduksi,
dilakukan mobilisasi dengan gerakan aktif
lembut 3 – 4 x sehari yang
berguna untuk mengembalikan kisaran gerak sendi. Sendi tetap harus disangga
diantara dua saat latihan. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama
masa penyembuhan. Untuk Dislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan
anestesi local dan obat-obat penenang misalnya Valium. Sedangkan untuk
Dislokasi sendi besar memerlukan anestesi umum.
1.6 PROGNOSIS
Dislokasi
sendi biasanya tidak fatal. Gejala klinis dapat dihilangkan dengan terapi
adekuat. Dan bedrest total. Melakukan aktifitas yang berlebih dapat memperburuk
gejala.
1.7 MACAM-MACAM DISLOKASI SENDI
1. Dislokasi siku
v Mekanisme terjadinya ( Patofisiologi )
Ø Penderita jatuh dalam posisi siku fleksi
Ø Penderita jatuh dalam posisi siku
hiperekstensi
Bagian
distal humerus terdorong ke depan akan merobek kapsul anterior, sedang kepala
radius + ulna ⅓ distal Dislokasi ke posterior
v Gejala klinik
Ø Tampak pembengkakan yang hebat di siku .
Ø Posisi siku dalam semifleksi.
Ø Ujung olecranon teroba lari ke posterior.
Ø Segitiga sama kaki dari epikondilus
humeri medial, epikondilus humeri lateral dan ujung olecranon berubah.
v Pemeriksaan radiology
Ø Dengan proyeksi AP atau LAT
v Penatalaksanaan
Dilakukan
reposisi tertutup dalam Narkose. Dengan melakukan tarikan kea rah distal lengan
bawah sambil melakukan gerakan fleksi siku, bila tereposisi, siku tetap
diletakkan dalam posisi fleksi > 100, guna mendekatkan bagian-bagian
anterior soft tissue yang robek.
Di
imobilisasi dipasang gips, dipertahankan sampai tiga minggu.
v Komplikasi
Kekakuan
sendi ( Ankylosis ). Hal ini dapat diatasi dengan melakukan fisioterapi cukup
dengan latihan pasif.
Ø Cedera n. medianus berupa neuroproxia
Ø Myositis ossifikan
Ø Cedera a. brakhialis
2. Dislokasi sendi bahu
Stabilitas sendi bahu tergantung dari otot-otot dan
kapsul tendon yang mengitari sendi bahu sedang hubungan antara kepala humerus
dengan cekungan glenoit terlalu dangkal, sehingga sendi bahu mudah mengalami
Dislokasi. Ada
empat macam bentuk Dislokasi sendi bahu,
yaitu : bentuk anterior, posterior, superior, dan inferior.
a. Dislokasi sendi bahu anterior
v Sering terjadi pada usia dewasa muda,
kecelakaan lalu lintas atau cidera olah raga. Biasanya terjadi karena gerakan
untiran ke luar, tekanan ke arah ekstensi dari sendi bahu. Posisi lengan atas
dalam abduksi. Dalam posisi tersebut akan terjadi tegangan yang berat pada
kapsul yang melekat pada glenoit bagian depan bawah. Selain itu mekanismenya
adalah trauma langsung. Penderita jatuh, pundak bagian belakang terbentur
lantai atau tanah. Gaya
akan mendorong permukaan belakang humerus bagian proksimal ke depan.
v Gejala klinik
Ø Pundak terasa sakit sekali, bentuk pundak
asimetris dimana bentuk deltoid pada sisis yang cidera tampak mendatar.
Ø Polposi daerah subacromicus jelas teraba
cekung, posisi lengan bawah dalam kedudukan abduksi ringan.
Ø Terjadi lesi pada n. aksilaris atau n.
musculocutaneus, terjadi gangguan pada plexus brokhialis.
v Pemeriksaan penunjang
Foto X – Ray
dengan proyeksi AP untuk mendiagnosis adanya Dislokasi sendi bahu.
v Penatalaksanaan
Dilakukan
tindakan reposisi tertutup. Yang sering dipakai adalah cara kocher, yaitu :
Ø Penderita ditidurkan di atas meja.
Ø Dalam posisi siku fleksi penolong menarik
lengan atas ke arah distal.
Ø Dilakukan gerakan Eksorotasi dari sendi
bahu.
Ø Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada
sendi bahu.
Ø Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.
v Komplikasi
Ø Terjadinya neuropraxia n. aksilaris yang
menyebabkan kumpulnya m. deltoid sehingga bahu dapat diangkat ke abduksi.
Ø Robeknya mosculotendineus cuff.
Ø Dislokasi ulang ( Rekurens Dislokasi ).
Ø Interposisi dari tendo bicef kaput
longus.
b. Dislokasi sendi bahu posterior
v Jarang terjadi, mekanismenya adalah
penderita jatuh dimana posisi lengan atas dalam kedudukan adduksi atau internal
rotasi.
v Gejala klinik
Ø Sangat sakit di daerah bahu.
Ø Posisi lengan dalam kedudukan adduksi dan
internal rotasi.
v Pemeriksaan Radiologi
Proyeksi AP
kadang sulit dilihat kalau perlu dilakukan proyeksi Aksial.
v Penatalaksanaan
Di bawah
anestesi dilakukan gerakan eksorotasi dari bahu dan dibantu kepala humerus
didorong ke depan. Setelah masuk bahu diistirahatkan dengan memakai sling
selama 3 minggu.
3. Dislokasi sendi Acromio – Clavikula
v Mekanisme terjadinya ( Patofisiologi )
Sering terjadi
pada dewasa muda karena trauma langsung pada waktu olah raga atau kecelakaan
lalu lintas. Terjadi dorongan yang kuat pada daerah acromion ke bawah, sedang
otot-otot trapetius dan otot sternomastoid menarik dengan kuat klavikula ke
atas. Hal tersebut akan menyebabkan robeknya kapsul dari sendi
acromio-clavicular. Kalau disertai robeknya ligament coracoclavicula akan
terjadi Dislokasi.
v Gejala
Nyeri
pada pundak, nyeri tekan jelas ditemukan tampak tonjolan ujung lateral
klavikula.
v Pemeriksaan Penunjang
Foto X – Ray dengan proyeksi
AP, sebaiknya posisi penderita berdiri.
v Penatalaksanaan
Dilakukan tindakan operasi
dengan open reduksi melakukan repair kapsul dan dipasang internal fiksasi.
Memfiksasi antara acromion dan klavikula.
4. Dislokasi sendi Sternoklovikula
v Mekanisme terjadinya ( Patofisiologi )
Jarang
terjadi. Terjadi benturan yang kuat di bagian depan dari pundak. Hal ini
menyebabkan dorongan ke belakang yang kuat dari ujung lateral klavikula dan
mendorong bagian medial klavikula ke depan. Hal ini akan merobek kapsul sendi
sternoklavikula yang mengakibatkan Dislokasi.
v Gejala klinis
Nyeri daerah
sendi sternoklavikula, tampak benjolan di daerah itu nyeri tekan ( + ).
v Pemeriksaan Penunjang
Foto X – Ray
proyeksi AP, tak jelas tampak kelainan.
v Penatalaksanaan
Dilakukan
reposisi tertutup dengan menekantonjolan ujung klavikula bagian medial. Setelah
masuk dipertahankan dengan memasang bantalan penekan difiksasi dengan plester.
Bahu diistirahatkan dengan memakai sling 3 minggu. Bila terjadi Dislokasi
kembali dilakukan tindakan operasi melakukan rekonstruksi sendi
sternoklavikula.
5. Dislokasi panggul bawaan
v Ini merupakan fase spectrum dari
ketidakstabilan sendi panggul pada bayi. Lebih sering terjadi pada wanita.
v Etiologi dan Patogenesis
Ø Faktor genetic
Ø Faktor hormonal
Ø Malposisi intrauterine
Ø Faktor pasca natal
Ø Faktor lingkungan
v Gambaran klinis
Gambaran
klinis Dislokasi panggul bawaan adalah asimetri pada lipatan-lipatan kulit
paha.
Pemeriksaan
untuk mengetahui Dislokasi :
Ø
Uji
Ortolani : Ibu jari pemeriksa memegang
paha bayi di sebelah medial dan jari-jari lainnya opada trokanter mayor. Sendi
panggul difleksikan 90º kemudian diabduksi secara hati-hati. Pada bayi normal ,
abduksi sebesar 65 - 80º dapat dengan mudah dilakukan dan bila abduksi kurang
dari 60º maka harus dicurigai adanya Dislokasi panggul bawaan. Bila terdengar
bunyi klik ketika trokanter mayor ditekan maka hal ini menandakan adanya
reduksi Dislokasi, maka ( + ).
Ø
Uji
Barlow : Paha bagian atas dipegang dan
ibu jari diletakkan pada lipat paha kemudian dicoba dimasukkan / mengeluarkan
kaput femoris dari asetabulum baik dalam keadaan abduksi maupun adduksi. Bila
kaput dapat dikeluarkan dari soketnya dan dimasukkan kembali maka ( + ).
Ø
Tanda
Galeazzi : Kedua lutut bayi dilipat penuh dengan panggul dalam keadaan fleksi
90º serta kedua paha saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa memegang bagian
belakang tungkai bawah dengan ibu jari di depan tungkai yang mengalami
Dislokasi, lututnya akan terlihat lebih rendah, maka ( + ).
v Pemeriksaan radiologis
Dengan
ultrasound untuk menggantikan pencitraan
panggul dengan foto Rontgen.
v Diagnosis
Ø Asimetri lipatan paha
Ø Uji ortolani, Barlow, Galeazzi positif
Ø Asetabuler indeks 40º atau lebih besar
Ø Disposisi lateral kaput femokis pada
radiogram
Ø Limitasi yang menetap dari grerakan sendi
panggul
v Pengobatan
Dengan memasang bidal untuk mempertahankan sendi panggul dalam
posisinya.
Dislokasi
sendi lutut
v Mekanisme trauma ( Patofisiologi )
Dislokasi
ini terjadi apabila penderita mendapat trauma dari depan dengan lutut dalam
keadaan fleksi. Dengan tanpa
mempertimbangkan jenis Dislokasi sendi yang terjadi, trauma ini merupakan suatu
trauma hebat yang selalu menimbulkan kerusakan pada kapsul, ligament yang besar
dan sendi.
v Gambaran klinis
Adanya
trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hemartrosis serta
deformitas.
v Pemeriksaan Radiologis
Dengan Foto Rontgen.
v Pengobatan
Tindakan
reposisi dan manipulasi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan
dilakukan aspirasi hemartrosis dan setelahnya dipasang bidal gips posisi 10 –
15 º selama satu minggu dan setelah pembengkakan menurun dipasang gips sirkuler
di atas lutut selama 7 – 8 minggu.
6. Dislokasi dan fraktur Dislokasi sendi
panggul
Dengan makin
meniingkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan Dislokasi sendi panggul
sering ditemukan. Dislokasi panggul merupakan suatu trauma yang hebat.
Dislokasi
dan fraktur Dislokasi sendi panggul dibagi dalam tiga jenis :
1. Dislokasi posterior atau Dislokasi
posterior disertai adanya fraktur
2. Dislokasi anterior
3. Dislokasi sentral
Klasifikasi
1. Dislokasi posterior
·
Tanpa
fraktur
·
Disertai
fraktur rim posterior yang tunggal dan besar
·
Disertai
fraktur komunitif aserabulum bagian posterior dengan atau tanpa kerusakan pada
dasar asetabulum
·
Disertai
fraktur kaput femur
2. Dislokasi anterior
·
Obturator
·
Illiaka
·
Pubik
·
Disertai
fraktur kaput femur
3. Dislokasi sentral asetabulum
·
Hanya
mengenai bagian dalam dinding asetabulum
·
Fraktur
sebagian dari kubah asetabulum
·
Pergeseran
menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang komunitif
1. Dislokasi mposterior dan Dislokasi
posterior disertai adanya fraktur
Mekanisme
trauma ( Patofisiologi )
Kaput
femur dipaksa keluar ke belakang
asetubulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis dimana sendi
panggul dalam posisi fleiksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi karena
kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak
dengan keras yang berada di bagian depan lutut. Kelainan ini dapat juga terjadi
ewaktu mengendarai motor. Lima
puluh persen Dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulun dengan fragmen
kecil atau besar.
Klasifikasi
Klasifikasi
penting untuk rencana pengobatan yang menurut Thompson Epstein (1973) :
·
Tipe
I, Dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil
·
Tipe
II, Dislokasi dengan fragmen tunggal yang besar pada bagian posterior
asetabulun
·
Tipe
III, Dislokasi dengan fraktur bibir asetabulun yang komunitif
·
Tipe
IV, Dislokasi dengan fraktur dasar asetabulun
·
Tipe
V, Dislokasi dengan fraktur kaput temur
Gambaran
Klinis
Penderita
biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri dan deformitas
pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam
posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota gerak
bawah.
Pemeriksaan
radiologis
Dengan
pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakah dislokasi
disertai fraktur atau tidak.
Pengobatan
Dislokasi
harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang
cukup. Penderita dibaringkan dilantai dan pembantu penahan panggul. Sendi
panggul difleksikan serta lutut difleksi
90º dan kemudian dilakukan tarikan pada paha secara vertikal. Setelah
direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi
dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi panggul.
Pada
tipe II setelah reposisi, maka fragmen yang besar difiksasi dengan screw secara operasi. Pada tipe III biasanya
dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada fragmen yang terjebak dalam
asetabulum dikeluarkan melalui tindakan operasi. Tipe IV dan V juga dilakukan
reduksi secara tertutup dan apabila bagian fragmen yang lepas tidak tereposisi
maka harus dilakukan reposisi dengan operasi.
Perawatan
Pasca Reposisi
Traksi
kulit selama 4 – 6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki dengan jalan
mempergunakan tongkat selama 3 bulan.
Komplikasi.
a. Komplikasi dini
· Kerusakan nervus skiatik
Kerusakan
nervus skiatik biasanya dapat mengalami pemulihan. Apabila terdapat lesi
sesudah reposisi, maka perlu dilakukan eksplorasi saraf.
· Kerusakan pada kaput vemur
Sewaktu
terjadi dilokasi sering kaput femur menabrak asetabulum sehingga pecah.
· Fraktur diafisis femur
Sering
ditemukan fraktur diafisis femur disertai dislokasi panggul. Kecurigaan akan
adanya dislokasi panggul, bilamana pada suatu fraktur femur ditemukan posisi
femur proksimal dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya
dilakukan pada sendi diatas dan dibawah daerah fraktur.
b. Komplikasi lanjut
· Nekrosis avaskuler
Sebanyak
10% dari seluruh dislokasi panggul mengalami kerusakan pembuluh darah. Apabila
reposisi ditunda sampai beberapa jam, maka insidensnya akan meningkat menjadi
40%. Kelainan ini biasanya dideteksi setelah 6 bulan sampai 2 tahun dan dengan
pemeriksan radiologist ditemukan fragmentasi, sklerosis dan pembentukan
kista-kista.
· Miositis osifikans
· Dislokasi yang tidak dapat direduksi.
Apabila reduksi tertunda untuk beberapa hari biasanya reposisi dengan cara
manipulasi sulit dilakukan.
· Osteoartritis
Osteoartritis
terjadi karena adanya kerusakan tulang rawan, terdapat fragmen fraktur dalam
ruang sendi atau adanya nekrosis iskemik kaput femur.
2. Dislokasi Anterior
Dislokasi
anterior lebih jarang ditemukan daripada Dislokasi posterior.
Mekanisme
trauma ( Patofisiologi )
Dislokasi
anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuhdari ketinggian atau
trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi
yang dipaksakan. Leher femur atau trokanter menabrak asetabulun dan terjungkir
keluar melalui robekan pada kapsul anterior. Bila sendi panggul dalam keadaan
fleksi, maka akan terjadi Dislokasi tipe obturator dan bila sendi panggul dalam
posisi ekstensi maka terjadi Dislokasi tipe pubik atau iliaka.
Gambaran
klinis
Tungkai
bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit fleksi. Tungkai tidak
mengalami pemendekan karena perlekatan otot rektus femur mencegah kaput femur
bergeser ke proksimal. Terdapat benjolan di depan daerah inguinal, dimana kaput
femur dapat diraba dengan mudah. Sendi panggul sulit digerakkan.
Pemeriksaan
radiologis
Pemeriksaan
foto Rontgen posisi AP pada Dislokasi anterior sering kurang jelas dan untuk
itu diperlukan pula foto lateral.
Pengobatan
Dilakukan
reposisi seperti pada Dislokasi posterior kecuali pada saat fleksi dan tarikan
tungkai pada Dislokasi posterior, dilakukan adduksi pada Dislokasi anterior.
Komplikasi
Komplikasi
yang sering didapatkan yaitu nekrosis avaskuler.
3. Fraktur Dislokasi sentral
Mekanisme
trauma ( Patofisiologi )
Dislokasi
sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial asetabulun pada
rongga panggul. Disini kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulun terjadi karena
dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau
suatu tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam keadaan abduksi.
Gambaran
klinis
Didapatkan
pendarahan dan pembengkakakan di daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi
tetap normal. Nyeri tekan pada daerah trokanter. Gerakan sendi panggul sangat
terbatas.
Pemeriksaan
Radiologis
Dengan
pemeriksaan radiologist dapat diketahui adanya pergeseran dari kaput femur
menembus panggul.
Pengobatan
Selalu
diusahakan untuk mereposisi fraktur dan mengembalikan bentuk asetabulum ke
bentuk normalnya. Pada fraktur asetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke dalam
panggul, maka dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang selama 4 – 6
minggu. Pada fraktur dimana kaput femur tembus ke dalam asetabulum, sebaiknya
dilakukan traksi pada 2 komponen yaitu komoponen longitudinal dan lateral
selama 6 minggu dan setelah 8 minggu
diperbolehkan untuk berjalan dengan menggunakan penopang berat badan.
Komplikasi
a. kerusakan alat-alat dalam panggul yang
dapat terjadi bersama-sama fraktur panggul
b.kaku sendi merupakan komplikasi lanjut
c. osteoartristis
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT DISLOKASI
2.1 PENGKAJIAN
Tanggal
pengkajian :
Jam :
Dx :
Dislokasi sendi
1. BIODATA
a. IDENTITAS KLIEN
Nama :
Umur :
Jenis
kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
b.PENANGGUNG JAWAB
Nama :
Umur :
Jenis
kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Hubungan
dengan pasien :
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan utama
Pada pasien
Dislokasi sendi mengeluh nyeri pada lutut akibat tertimpa benda berat saat
duduk di bawah benda.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien
mengeluh nyeri pada bagian lututnya. Pasien tidak dapat melakukan aktivitas
fisik seperti biasanya. Pasien tidak
dapat mandi secara mandiri. Pasien mengeluh susuah tidur karena merasakan nyeri
pada lututnya. Pasien di bawa ke rumah sakit dan didiagnosa menderita Dislokasi
sendi pada lutut.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien tidak
menderita penyakit menular sebelumnya. Pasien belum pernah mengalami pembedahan
dan kecelakaan sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan lingkungan
Pasien
mengatakan di lingkungan rumahnya bersih dan luas.
e. Genogram
Keterangan :
|
: Laki-laki meninggal
|
|
: Perempuan meninggal
|
|
: Laki-laki
|
|
: Pasien
|
|
: Saudara kandung
|
|
: Tinggal serumah
|
|
: Perempuan
|
|
: Menikah
|
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola Persepsi Kesehatan
Apabila
sakit pasien biasanya menceritakan kepada ibunya dan pasien biasanya berobat ke
pelayanan kesehatan / dokter.
b. Pola Aktivasi Latihan
Aktivitas
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Mandiri
|
|
|
|
|
|
Berpakaian
|
|
|
|
|
|
Eliminasi
|
|
|
|
|
|
Mandi
|
|
|
|
|
|
Mobilitas di tempat tidur
|
|
|
|
|
|
Makan
|
|
|
|
|
|
Ambulansi
|
|
|
|
|
|
Pola
aktivasi latihan pasien Dislokasi sendi lutut tergantung pada tingkat keparahan
Dislokasi sendi lutut, dengan keterangan :
0
:
Mandiri
1
:
Menggunakan alat Bantu
2
:
Dibantu orang lain
3
:
Dibantu orang dan alat
4
:
Tergantung penuh / total
c. Pola Istirahat Tidur
Pada pasien
Dislokasi sendi lutut mengalami susuah tidur karena merasakan nyeri pada
lututnya.
d. Pola Nutrisi Metabolik
Pada pasien
Dislokasi sendi lutut tidak mengalami gangguan nutrisi ataupun penurunan berat
badan. Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan.
e. Pola Eliminasi
Pasien
tidak mengalami gangguan eliminasi baik urin maupun bowel.
f.
Pola
Kognitif Perseptual
Saat
pengkajian pasien dalam keadaan sadar, tidak mengalami gangguan bicara,
pendengaran, penglihatan.
g. Pola Konsep Diri
Pasien
cemas karena takut akan penyakitnya dan takut akan mengalami perubahan harga
diri.
h. Pola koping
Bila pasien
punya masalah pertama kali menceritakan pada ibunya.
i.
Pola
seksual reproduksi
Pasien
belum menikah
j.
Pola
peran hubungan
Dalam
kehidupan sehari-hari pasien memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga
dan masyarakat.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Pasien
beragama Islam taat beribadah.
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-tanda vital :
TD : Normal
Nadi : Takikardi
Suhu : Normal
RR : Normal
b. Keadaan umum
Ø Kesan umum : Baik
Ø Wajah :
Menahan nyeri lutut
Ø Kesadaran :
CM
Ø Pakaian, Penampilan dan kebersihan baik
c. Pemeriksaan Head to – toe
v Kulit, rambut, kuku
Ø Inspeksi : warna kulit sawo matang,
rambut hitam, kuku normal.
Ø Palpasi : Turgor kulit jelek
v Kepala
Bentuk
wajah simetris, tengkorak bulat, rambut hitam, tidak ada benjolan
v Mata
Bola mata
bulat, Konjuctiva pucat, Sclera putih, Pupil normal, terdapat lingkar hitam di
bawah mata.
v Telinga
Ø Inspeksi : daun telinga simetris, liang
telinga bersih.
Ø Palasi : tidak ada nyert tekan pada
prosesus mastoideus.
v Hidung
Bentuk
hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada sputum, tidak ada nyeri.
v Mulut
Bibir
simetris dan normal, gigi lengkap dan bersih, lidah bersih, tidak ada
stomatitis.
v Leher
Leher
simetris, tidak ada nyeri tekan.
v Dada
Dada
simetris, tidak ada nyeri tekan.
v Jantung
Auskultasi
: Iktus Cordis.
v Paru-paru
Pernafasan
normal melalui hidung.
d. Abdomen
Pasien
dengan bentuk abdomen simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan,
peristaltic usus normal ( 5 – 35 x /
menit ).
e. Anus dan rectum
Tidak
terdapat hemoroid.
f.
Alat
kelamin
Bersih.
g. Muskuloskeletal
Sendi lutut
pada kaki kanan bergeser dari tempatnya, sehingga tidak dapat bekerja dengan
baik.
h. Ekstremitas
Atas : berkoordinasi dengan baik
Bawah : tidak berkoordinasi dengan baik
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
DATA FOKUS
Data
objektif :
Ø Nyeri pada lutut.
Ø Pasien tidak dapat melakukan aktivitas
fisik
Ø Tidak mampu mandi mandiri
Ø Pasien susah tidur
Ø Pasien cemas
Ø Pasien tampak menahan nyeri
Ø Konjuctif pucat
Ø Terdapat lingkar hitam di bawah mata
Ø Tanda-tanda vital :
TD : Normal
Nadi : takikardi
Suhu : Normal
RR : Normal
Ø Sendi lutut pada kaki kiri bergeser.
2. ANALISIS DATA
NO
|
SYMPTOM
|
PROBLEM
|
ETIOLOGI
|
1
|
DO :
- pasien nyeri di lutut
- pasien tampak menahan nyeri
- TTV : takikardi
|
Nyeri akut
|
Cedera fisik
|
2
|
DO :
- pasien tidak dapat melakukan aktivitas
fisik.
- Sendi lutut pada kaki kiri bergeser
- Tidak mampu mandi mandiri
|
Kerusakan mobilitas fisik
|
Kerusakan musculoskeletal
|
3
|
DO :
- pasien susah tidur
- konjuctiva pucat
- terdapat lingkaran hitam di bawah mata
|
Gangguan pola tidur
|
Tidur berhubungan dengan nyeri
|
5
|
DO :
- Tidak mampu mandi secara mandiri
|
Kurang perawatan diri mandi
|
Kerusakan musculoskeletal
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera
fisik
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan musculoskeletal
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan
tidur dengan nyeri
4. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam
status kesehatan
5. Kurang perawatan diri mandi berhubungan
dengan kerusakan musculoskeletal
2.3
PERENCANAAN
NO DX
|
TUJUAN / NOC
|
INTERVENSI / NIC
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan perawatan
selama ……. x 24 jam diharapkan skala
nyeri dapat berkurang dengan kriteria :
PAIN KONTROL ( 1605 ) (160501) mengenal
faktor-faktor penyebab nyeri ( 160502
) mampu mengenali kapan terjadinya serangan ( 160504 ) mampu menggunakan
tindakan pertolongan non analgetik ( 160505 ) mampu menggunakan analgetik
yang sesuai ( 160507 ) mencatat gejala untuk tindakan kieperawatan yang
professional ( 160509 ) mampu mengenali gejala dari nyeri (160511) mencatat
nyeri yang sudah terkontrol.
PAIN LEVEL ( 2102 )
( 210201 ) melaporkan nyeri
( 210203 ) frekuensi nyeri
( 210204 ) lamanya nyeri
( 210206 ) ekspresi nyeri : wajah
( 210208 ) kegelisahan
keterangan :
1. tidak menunjukkan
2. jarang menunjukkan
3. setiap saat menunjukkan
4. sering menunjukkan
5. selalu menunjukkan
|
PAIN MANAGEMENT ( 1400 )
- Gunakan tindakan Control nyeri sebelum
nyeri hebat
- Berikan analgetik pada pasien jika
diperlukan
- Sediakan pengurangan nyeri optimal
personal yang menentukan analgetik yang tepat
- Evaluasi keefektifan dari tindakan
pemberian analgetik pada pasien
- Laksanakan dan modifikasi tindakan
control nyeri dasar dari respon nyeri
- Observasi tanda non verbal dari
ketidaknyamanan, terutama pada ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara
verbal
- Lakukan penilaian komprehensif dari
nyeri meliputi lokasi, karakteristik anset / durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas dan factor yang menimbulkan nyeri
- Monitor perubahan nyeri
ANALGETIC ADMINITRATION ( 2210 )
- tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Cek intruksi tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya
nyeri
- Pilih rute pemberian secara IV, IM,
untuk pengobatan nyeri secara teratur
- Monitor VS sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali
- Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala ( efek samping )
|
2
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama……x 24 jam tingkat mobilitas pasien lebih baik dengan
kriteria :
MOBILITY LEVEL ( 0208 )
- ( 020801 ) pasien dengan penampilan
tubuh yang seimbang
- ( 020802 ) postur tubuh klien dengan
tampilan tubuh yang baik
- ( 020806 ) keadaan tubuh klien saat
berjalan tegak
- ( 020808 ) other – keadaan fisik bersih
Keterangan :
1. tidak menunjukan
2. jarang menunjukkan
3. setiap saat menunjukkan
4. sering menunjukkan
5. selalu menunjukkan
|
EXERCISE THERAPY :
AMBULATION ( 0221 )
- Monitor VS sebelum dan sesudah latihan
dan lihat respon pasien saat latihan
- Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
- Bantu klien menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah terhadap cedera
- Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam pemenuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan
- Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan
|
3
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama …..x 24 jam, diharapkan pasien dapat tidur dengan nyaman dengan
criteria :
REST ( 0003 )
- ( 000301 ) mampu mengontrol jumlah
waktu tidur
- ( 000302 ) mampu mengontrol pola tidur
pasien
- ( 000303 ) mampu mengontrol kualitas
tidur pasien
- ( 000304 ) mampu mengontrol kemampuan fisik pasien
untuk tidur
- ( 000305 ) mampu menyatakan perasaan
segar setelah bangun tidur
Keterangan :
1. tidak menunjukkan
2. jarang menunjukkan
3. setiap saat menunjukkan
4. sering menunjukkan
5. selalu menunjukkan
|
SLEEP ENHANCEMENT ( 1850 )
- Tentukan aktivitas tidur pasien
- Perkirakan waktu tidur pasien yang
teratur
- Tentukan efek pengobatabn terhadap pola
tidur
- Monitor pola tidur dan lama tidur
pasien dalam jam
- Sesuaikan lingkungan seperti cahaya,
berisik, suhu, alas tidur dan tempat tidur untuk menningkatkan tidur
- Bantu untuk membuang fackor sress
sebelum tiba waktu tidur
- Naikkan peningkatan waktu untuk tidur
jika diperlukan
- Kaji rencana administrasi pengobatan
untuk mendukung tidur pasien
|
4
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama……x 24 jam diharapkan pasien dapat menghilangkan rasa cemas pasien
dengan kriteria :
ANXIETY CONTROL ( 1402 )
- ( 140201 ) monitor intensitas cemas
- ( 140202 ) eliminasi tanda penyebab
cemas
- ( 140203 ) menurunkan stimulasi lingfkungan
apabila terjadi kecemasan
- ( 140204 ) mencari informasi untuk
menurunkan kecemasan
- ( 140205 ) merencanakan strategi koping
untuk situasi cemas
- ( 140206 ) menggunakan strategi koping
yang efektif
- ( 140207 ) menggunakan teknik relaksasi
untuk menurunkan cemas
- ( 140208 ) mencatat durasi penurunan
dari episode cemas
- ( 140217 ) mampu mengontrol respon dari
kecemasan
Keterangan :
1. tidak menunjukkan
2. jarang menunjukkan
3. setiap saat menunjukkan
4. sering menunjukkan
5. selalu menunjukkan
|
ANXIETY REDUCTION ( 5820 )
- Ciptakan ketenangan, mendatangkan
ketentraman
- Cari pengertian pasien dari situasi
cemas
- Pantau kenyamanan pasien dan
menciptakan keterbukaan
- Sediakan bahan untuk tanda dari
kenyamanan
- Berikan gosokan pada daerah belakang
dan gosokan leher
- Anjurkan tidak melakukan aktivitas yang
berat
- Dengarkan dan perhatikan keluhan dari
pasien
- Ciptakan suasana nyaman dari fasilitas
rumah sakit
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi
situasi dan persepsi cemas
- Kaji perubahan dari tingkatan cemas
- Intruksikan pasien untuk menggunakan
teknik relaksasi
- Berikan pengobatan medis untuk
menghilangkan cemas
|
5
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ……….x 24 jam diharapkan pasien dapat melakukan perawatan diri mandi
secara mandiri dengan kriteria :
SELF CARE : BATHING ( 0301 )
- ( 030101 ) pergi ke dalam dank e luar
kamar mandi
- ( 030103 ) memperoleh air untuk mandi
- ( 030110 ) mencuci atau membasuh badan
- ( 030111 ) mengeringkan badan
- ( 030104 ) mematikan air
- ( 030106 ) mampu mandi di bak mandi
Keterangan :
1. tidak menunjukkan
2. jarang menunjukkan
3. setiap saat menunjukkan
4. sering menunjukkan
5. selalu menunjukkan
|
BATHING ( 1610 )
- Bantu untuk mandi dan menggunakan
Shower, di bak mandi
- Membasuh rambut, seperti yamg
dibutuhkan dan yang diinginkan
- Mandi menggunakan air dengan suhu air
yang nyaman
- Selalu cuci tangan setelah toileting
dan sebelum makan
- Pantau kondisi kulit ketika mandi
- Gunakan bedak tabur untuk lipatan kulit
dalam
- Gunakan lotion untuk daerah kulit yang
kering
|
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dislokasi
sendi merupakan kedaruratan ortopedi yang harus segera ditangani. Keadaan
dimana tulang lepas dari sendi. Dislokasi sendi dibagi menjadi tiga yaitu :
Dislokasi Congenital, Dislokasi Patologik, Dislokasi Traumatik. Dislokasi sendi
memerlukan istirahat yang cukup untuk mempercepat penyembuhan dan tidak boleh
banyak bergerak. Untuk mengetahui apakah mengalami Dislokasi sendi dapat dengan
cara pemeriksaan Radiologi, X – Ray, Foto
Rontgen , CT Scan,
Scan tulang, dan MRI.
Diagnosa
yang mungkin muncul pada pasien dengan Dislokasi sendi adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera
fisik
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan musculoskeletal
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan
tidur dengan nyeri
4. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam
status kesehatan
5. Kurang perawatan diri mandi berhubungan
dengan kerusakan musculoskeletal
DAFTAR PUSTAKA
-
Santosa,
Budi. 2005-2006. Panduan Diagnosa NANDA. Jakarta
: Prima Medika
-
Johnson,
Marion dan Maridean Mass.
2004. NOC. USA
: Mosby-year book
-
Mc
Loskey, Joanne C dan Gloria M. Bulechec. 2004. NIC. USA : Mosby-year book
-
http
: // Jovandc. Multiply. Com // Joural / item / S
-
Brunner
and Suddarth. 2002. Keperawatan medical Bedah volume 3. Jakarta : EGC
-
Mansjoer,
Arif. 2000. Kapita Selekta kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
-
Staff
Pengajar Fakultas Kedokteran UI. 1995. Ilmu bedah. Jakarta : Binarupa Aksara
-
Rasjad,
Chaeruddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003. Makassar
: Bintang Lamumpatue
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, jangan lupa komentar yang sopan ya.